Suarasitaronews.com-Jakarta : Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tanri Abeng menyebut
rencana calon presiden Joko Widodo yang ingin pembelian kembali atau buy back Indosat dalam debat capres, Ahad (22/6) lalu perlu diapresiasi.
Namun, menurut dia, keinginan Gubernur DKI non aktif itu sebenarnya tidak perlu melibatkan negara karena cukup dengan perusahaan Telkom kalau ingin rencana buy back.
"Sebenarnya tidak perlu negara itu. Cukup Telkom saja bisa beli kalau dia mau. Nah, cuma di sini ini masalahnya ada di harga berapa? Masak kita mau beli dengan jor-joran harganya. Padahal itu di luar dari harga yg normatif. Ini kan sebenarnya isu bisnis. Enggak bisa kita lagi utak-atik. Tapi, keinginan itu menurut saya yang perlu di apresiasi," kata Tanri saat ditemui di sela-sela acara diskusi di Graha Pengayoman, Kemenkum HAM, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Kamis (26/6/2014).
Dia mengatakan Telkom punya kemampuan untuk melakukan buy back Indosat. Sebagai BUMN di sektor telekomunikasi, Telkom dinilai punya infrastruktur telekomunikasi, teknologi hingga pelanggan konsumen terbaik.
Meski demikian dalam urusan transaksi bisnis ini, perlu mengetahui respon dari pihak pemilik saham mayoritas terbesar. Selain itu, alasan melakukan buy back perlu menjadi pertimbangan terhadap dampaknya bagi ekonomi negara.
"Kalau mau buy back tentu saja yang punya saham apakah bersedia menjual iya kan? Apakah itu masih dimungkinkan atau tidak? Tapi, ini kan kemauan bisa direalisir kalau terjadi transaksi. Nah, transaksi itu kan berarti suatu negosiasi yang terjadi. Bahwa ini dikatakan penting dan sangat stategis untuk mau buy back. Itu suatu proses yang melibatkan hitung-hitungan bisnis. Karena kan tidak bisa dipaksa dijual," kata Tantri.
Lantas, bagaimana dengan anggapan penjualan Indosat karena masalah krisis ekonomi? Tanri tidak setuju dengan penilaian tersebut. Menurut dia, saat penjualan Indosat dilakukan pada 2003 yanga artinya sudah lepas dari krisis ekonomi.
"Sebenarnya sudah di luar krisis kita waktu itu. Saat itu kan sudah tahun 2003. Tetapi mungkin karena ada kebutuhan untuk menopang BUMN waktu itu bisa saja. Tapi, dari perspektif itu bener juga kata Pak Jokowi kalau tidak bisa kita mengukur keputusan sepuluh tahun lalu dengan kondisi ekonomi yang sekarang," sebutnya.(detik.com)
Namun, menurut dia, keinginan Gubernur DKI non aktif itu sebenarnya tidak perlu melibatkan negara karena cukup dengan perusahaan Telkom kalau ingin rencana buy back.
"Sebenarnya tidak perlu negara itu. Cukup Telkom saja bisa beli kalau dia mau. Nah, cuma di sini ini masalahnya ada di harga berapa? Masak kita mau beli dengan jor-joran harganya. Padahal itu di luar dari harga yg normatif. Ini kan sebenarnya isu bisnis. Enggak bisa kita lagi utak-atik. Tapi, keinginan itu menurut saya yang perlu di apresiasi," kata Tanri saat ditemui di sela-sela acara diskusi di Graha Pengayoman, Kemenkum HAM, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Kamis (26/6/2014).
Dia mengatakan Telkom punya kemampuan untuk melakukan buy back Indosat. Sebagai BUMN di sektor telekomunikasi, Telkom dinilai punya infrastruktur telekomunikasi, teknologi hingga pelanggan konsumen terbaik.
Meski demikian dalam urusan transaksi bisnis ini, perlu mengetahui respon dari pihak pemilik saham mayoritas terbesar. Selain itu, alasan melakukan buy back perlu menjadi pertimbangan terhadap dampaknya bagi ekonomi negara.
"Kalau mau buy back tentu saja yang punya saham apakah bersedia menjual iya kan? Apakah itu masih dimungkinkan atau tidak? Tapi, ini kan kemauan bisa direalisir kalau terjadi transaksi. Nah, transaksi itu kan berarti suatu negosiasi yang terjadi. Bahwa ini dikatakan penting dan sangat stategis untuk mau buy back. Itu suatu proses yang melibatkan hitung-hitungan bisnis. Karena kan tidak bisa dipaksa dijual," kata Tantri.
Lantas, bagaimana dengan anggapan penjualan Indosat karena masalah krisis ekonomi? Tanri tidak setuju dengan penilaian tersebut. Menurut dia, saat penjualan Indosat dilakukan pada 2003 yanga artinya sudah lepas dari krisis ekonomi.
"Sebenarnya sudah di luar krisis kita waktu itu. Saat itu kan sudah tahun 2003. Tetapi mungkin karena ada kebutuhan untuk menopang BUMN waktu itu bisa saja. Tapi, dari perspektif itu bener juga kata Pak Jokowi kalau tidak bisa kita mengukur keputusan sepuluh tahun lalu dengan kondisi ekonomi yang sekarang," sebutnya.(detik.com)
0 komentar:
Post a Comment