Latest News

BANNER

BANNER
Wednesday, 20 January 2016

Makalehi : Membangun Kepercayaan

Peluncuran buku karya M.S Kaghoo, M.Si yang berjudul MAKALEHI (foto SSN)
Suarasitaronews.com-Sawang Siau : Belum lama Sastrawan Sitaro Max Sudirno Kaghoo, M.Si meluncurkan bukunya yang berjudul MAKALEHI, yang menuliskan banyak pesan yang bermakna bagi daerah.

Melalui Suarasitaronews.com ia pun memberikan catata sebagai pesan bagi daerah dimana "pemimpin yang sekarang ini bahkan pemimpin yang akan datang, harus tau membangun kepercayaan terhadap budaya lokalnya sendiri." ucap Kaghoo Rabu (20/01) sore tadi.


Buku karya M.S Kaghoo, M.Si (foto SSN)
MEMBANGUN KEPERCAYAAN

Dalam Kehidupan Keluarga., setiap anggota keluarga menyandang predikat menurut jenjang kelahiran. anak yang dilahirkan pertama disebut Yakang, anak yang dilahirkan diatara yang tertua dengan yang bungsu disebut Ara atau Ari sementara anak bungsu disebut Hembo. Predikat ini berlaku dalam skala keluarga inti (Nuclear Family). Bila mana dalam keluarga inti, kedua orang tua kandung meninggal dunia, maka anak tertua dibarikan kepercayaan berdasarkan filosofi hidup "yakang geghanting gagurang, berang tuhang pengimaneng" yang bermakna "anak tertua sebagai pengganti orang tua, perkataan yang tertua di percaya" dalam mendidik dan melangsungkan kehidupan dari seluruh anggota keluarga. sedangkan predikat yang berlaku pada skala keluarga luas (extended family), dimana anak yang tertua disebut Une atau Tune untuk setiap anak laki-laki dan Kuko untuk setiap anak perempuan. sementara pada tingkat lebih luas, yakni pada level masyarakat, setiap laki-laki mendapat predikat ungke dan setiap perempuan mendapat predikat Uto.

Dari penerapan predikat di atas dalam kehidupan sehari-hari, dipercaya kehidupan sosial akan berlangsung damai dan tertib sepanjang masa. sedangkan pelanggaran terhadapnya merupakan "dosa sosial" yang dapat menimbulkan kemarahan para leluhur yang telah meninggal dunia. Itulah sebabnya dilarang keras ada perkawinan sanak saudara dalam lingkup keluarga luas. Pada masa lalu perkawinan saudara ini disebut sebagai "nedosa" yang sanksi sosialnya dimana pasangan suami isteri yang bersaudara itu di tenggelamkan di lautan. saat sekarang ini nedosa sudah tidak berlaku lagisehingga lama-kelamaan dalam lingkup keluarga luasterjadilah perkawinan sedarah.
Penjenjangan predikat kedalam tiga rana sosial diatas, menunjukan demikian rasa saling percaya terbangun atau terkonstruksikan dalam kehidupan sosial masyarakat di desa Makalehi khusunya dan desa-desa lain di daratan pulau Siau pada umumnya merupakan asal usul terbentuknya masyarakat di desa Makalehi. Kepercayaan antara suatu kelompok dengan kelompok lain pada usaha sejenis, dapat diamati dari tindakan-tindakan produksi seperti pengumpulan bahan-bahan pembuatan sake, dari tindakan-tindakan distribusiseperti kepercayaan pada tibo-tibo lokal dan tokoh-tokoh masyarakat setempat dalam pembagian hasil tangkap, dan dari kegiatan konsumsi lainya. sedangkan kepercayaan antara suatu atau lebih kelompok dengan kelompok lain pada usaha tidak sejenis, misalnya antara kelompok sake (Maghurang, Yamangsara, Rario, dan lain-lain) dengan kelompok pajeko berlangsung agak longgar dan ditempuh melalui tekanan sosial yang relatif rumit bahkan cenderung melalui konflik sosial yang cukup panjang.

Menelusuri proses terbentuknya kepercayaan dalam struktur masyarakat Makalehi dapat ditinjau dari relasi antara individu dalam membentuk kelompok, selanjutnya dapat dikaji dari relasi antar kelompok. Dalam relasi antar individu, eksistensi dibangun dengan tiga syarat subjektif yang terkait satu dengan yang lain (interdependen), yaitu: "aku" (ia) selaku orang pertama tunggal, kau (ikau) selaku orang kedua tunggal dan dia (isie) selaku orang ketiga tunggal. Dalam konteks kelompok yang lebih luas (makro) didefinisikan sebagai "Kami (ikami)" selaku orang pertama jamak, "mereka (ikemu)" selaku orang kedua jamak, dan "kalian (kamene atau sire)" selaku orang ketiga jamak. 

Penjelasan diatas menunjukan bahwa, baik pada level mikro maupun pada level makro berlangsung hubungan saling ketergantungan dari ketiga unsur. agar supaya kehidupan bersama tetap berlangsung, maka eksistensi subjek pertama (ia dan kami) dalam mempertahankan hidup (eksis), memerlukan dua co eksis agent yaitu kemu dan kamene. dengan demikian berlaku prinsip hidup musasimbuawusa yang secara harafiah dapat diartikan sebagai "persatuan dan keutuhan (unity and completeness)" dengan menjalankan prinsip hidup yang bermakna vice versa : "jika tidak ada kamu maka tidak ada aku, jika kamu mengharapkan kelanggengan, maka tidak ada pilihan lain, selain aku melanggengkan kamu, sehingga ancaman bagimu adalah ancaman bagiku", Disinilah phase yang menuntut subjek "aku, kamu, dia (ia, ikau, isie)", "kami, mereka dan kalian (ikami, ikemu dan ikamene) harus berintegrasi menjadi satu, yaitu "kita'(kite). inilah hasil kontriksi dari nilai kebersamaan (hasil diskusi dengan Tomy Bawulang).

Dari ekspresi diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan hidup yang menjadi harapan bersama seluruh warga masyarakat adalah kehidupan yang damai sejahtera. Kehidupan damai sejahtera dikonsepkan oleh penduduk desa Makalehi sebagai kehidupan malunsemahe. Dalam konsep malunsemahe, kata "Damai" dan kata "Sejahtera" merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling melengkapi satu dengan yang lain. artinya tidak berperang tetapi hidup melarat belum bisa dikategorikan sebagai malunsemahe. Meskipun negara dapat menjamin keamanan atau stabilitas sosial dalam kehidupan bernegara, tetapi apabila kehidupan masyarakat tetap miskin, maka itu bukan malunsemahe. konsep ini digunakan institusi gereja yang mengadopsi filosofimalunsemahe ini menjadi ungkapan yang diwajibkan dalam setiap pertemuan-pertemuangerejawi di wilayah pelayanan Gereja Masehi Injili di Sangihe. menjadi penting bagi kita untuk mencatatnya bahwa kesejahteraan harus diwujudkan dalam konteks kebersamaan "ikite" semua memiliki hak yang sama untuk sejahtera karena ketika hanya "ia" dan "ikmi" yang merasakan kesejahteraan, maka akan terjadi pengingkaran terhadap prasarat pertama dan kedua tadi, yang pada akhirnya merupakan awal malapetaka dan kehancuran eksistensi  "ia" dan "ikami" itu sendiri. Konsep filosofi kuno malunsemahe ini memiliki makna yang sama dengan konsep "Shalom" dalam bahasa ibrani "Shalaam" dalam bahasa arab, "Sliem" dalam bahasa Malta, atau "Sholomo" dalam bahasa Syria. Dengan memahami makna ini maka terlalu bodoh jika kita merasa alergi dengan ungkapan salam damai yang selama ini dianggap bukan milik kita. Umat kristiani salergi dengan salam "Assallammualaikum", unat muslim alergi dengan sapaan "Shalom", padahal secara substantif keduanya memiliki makna yang sama yaitu Damai Sejahtera atau Malunsemahe.(dikutip dari Buku yang ditulis oleh M.S. Kaghoo, M.Si yang berjudul "MAKALEHI") (Erga)
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Item Reviewed: Makalehi : Membangun Kepercayaan Rating: 5 Reviewed By: Unknown