(Foto @ tempo : Gerakan mendukung #SaveAhok ) |
Hal ini konon memicu amarah para politisi DPRD DKI yang berkantor di Kebon Sirih. Ahok dianggap melanggar undang-undang tentang penyusunan APBD karena mengirimkan dokumen yang berbeda dengan yang sudah dibahas, dimana banyak anggaran-anggaran yang diusulkan oleh DPRD, itu dicoret oleh Ahok.
Ahok menyerang balik Dewan dengan membeberkan anggaran siluman sebesar Rp 12,1 triliun yang disisipkan dalam APBD 2015 melalui usulan 48 ribu kegiatan. Upaya penyusupan anggaran ini tetap dilakukan kendati DKI telah menerapkan sistem elektronik (e-budgeting).
Akibat pertikaian ini, anggota DPRD dari 9 fraksi yang ada di Kebun Sirih, sepakat menggalang hak angket untuk diajukan kepada Gubernur DKI, untuk mempertanyakan kebijakan dari Ahok selaku gubernur, yang ujung-ujungnya mengarah ke pemakzulan gubernur pengganti Jokowi ini.
Adapun dugaan penggelembungan APBD 2014 terkait pengadaan alat UPS mencapai Rp 5,8 miliar per unit. Pembelian UPS, menurut Ahok, merupakan hasil pemotongan sejumlah anggaran dari program unggulan Pemerintah Provinsi DKI sebesar 10-15 persen dari APBD 2015. Secara keseluruhan, Ahok menduga adanya dana siluman dalam APBD 2015 dengan total nilai mencapai Rp 12,1 triliun.
Dugaan adanya penggelembungan dan dana siluman ini didapatkan dari APBD versi Dewan yang di dalamnya ditemukan ada 48.000 kegiatan baru dengan total dana untuk seluruh kegiatan sebesar 12 triliun, termasuk di dalamnya pengadaan trilogi buku Ahok senilai 30 miliar. Pihak Dewan pun meminta tim anggaran DKI memasukkan usulan program senilai Rp 12 triliun dalam sistem penganggaran elektronik (e-budgeting).
Hal tersebut semakin mendorong Ahok untuk segera menerapkan sistem e-budgeting. Saat ditemui di kantornya, Ahok mengatakan, tanpa e-budgeting DPRD selalu bisa mengelak. "Mereka merasa SKPD yang main. Makanya saya tungguin. Begitu e-budgeting 2015 mereka pikir akan bisa seperti itu, Ini namanya jebakan Batman versi Ahok," ujar mantan Bupati Belitung Timur tersebut.
DPRD Tuding balik Ahok
Anggota Tim Pansus Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDIP
Jhonny Simajuntak mengatakan tim angket belum bisa menilai apakah
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bisa terseret
kasus pengadaan uninterruptible power supply (UPS) tahun 2014.
Pengadaan UPS atau alat penyimpan daya listrik menjadi salah satu
pengadaan yang dicurigai Ahok ada penggelembungan dalam anggaran
Pendapatan dan Belanja DKI 2014.
"Kami akan lihat dulu. Di sini belum bisa dalam taraf men-judge
seperti itu, tetapi biar bagaimana pun kita harus tahu. Dalam
pembahasan anggaran ini kan bersama-sama, harus ada kesepakatan
bersama," kata Jhonny saat ditemui Tempo di ruangannya, Kantor Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Senin, 2 Maret 2015.
Sejauh
ini, menurut Jhonny, pembahasan anggaran tentu akan ditetapkan
bersama-sama dengan Gubernur Ahok. "Harus ada kesepakatan bersama antara
legislatif dan eksekutif," ujar Jhonny.
Jhonny yakin jika
pengadaan-pengadaan UPS mencapai wilayah kelurahan, tidak mungkin sampai
tidak diketahui pihak eksekutif. "Harusnya bisa tak terlaksana kalau
belum sampai ke eksekutif. Pengadaan seperti ini tak bisa bertempuk
sebelah tangan," kata dia.
Dugaan penggelembungan APBD 2014
terkait pengadaan alat UPS mencapai Rp 5,8 miliar per unit. Pembelian
UPS, menurut Ahok, merupakan hasil pemotongan sejumlah anggaran dari
program unggulan Pemerintah Provinsi DKI sebesar 10-15 persen dari APBD
2015. Secara keseluruhan, Ahok menduga adanya dana siluman dalam APBD
2015 dengan total nilai mencapai Rp 12,1 triliun.
PDIP ikut memancing di air keruh?
Pertanyaan besar sebenarnya menggayut ketika Mengapa PDI Perjuangan ikut menjadi motor penggunaan hak angket terhadap
Gubernur Jakarta Basuki Purnama alias Ahok? Apa peran Wakil Gubernur
Djarot Hidayat, kader PDIP, dalam perseteruan antara Ahok dengan DPRD
Jakarta ?
Pertanyaan di atas terus hinggap di benak publik.
Maklum, tahun lalu PDI Perjuangan yang getol mendukung Ahok sebagai
Gubernur Jakarta, setelah Joko Widodo terpilih sebagai Presiden. Apakah
Partai Banteng Moncong Putih ini ingin menunggu durian jatuh jika Ahok
terpental dari kursi Gubernur?
Memang, sebelum DPRD Jakarta
memutuskan penggunaan hak angket pada Kamis, 26 Februari 2015, telah
berlangsung rapat-rapat. Awalnya, pimpinan Dewan berkirim surat ke Ahok
untuk meminta penjelasan soal tuduhan dana siluman dalam APBD 2014.
Tetapi tidak mendapat tanggapan.
Langkah lanjutan adalah meminta
tolong Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi untuk berkomunikasi
dengan Ahok. Prasetyo ditunjuk karena dianggap dekat dengan mantan
Bupati Belitung Timur ini. Dia dinilai berjasa karena pernah mengusung
Ahok menjadi gubernur menggantikan Joko Widodo.
Namun hasilnya
nihil. Ahok tetap pada pendiriannya, tidak mau menyetujui anggaran versi
rapat pengesahan Dewan. Dia meminta Dewan menyetujui anggaran versi
e-budgeting yang dikirim ke Kementerian Dalam Negeri. Prasetyo tidak
membantah pertemuan dengan Ahok. “Kewajiban Ketua DPRD untuk berdialog
dengan mitra kerja,” ujar politisi PDI Perjuangan ini..
Sadar
lobi melalui Prasetyo gagal, Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Partai
Gerindra, M. Taufik, dan Abraham Lunggana alias Lulung dari Partai
Persatuan Pembangunan--keduanya sudah lama berseteru dengan Ahok dan
Fahmi Zulfikar (Fraksi Hanura), putar otak. Dalam pertemuan berikutnya,
Fahmi-lah yang pertama mengusulkan penggunaan hak angket. Menurut dia,
hak angket lebih memiliki kekuatan karena Dewan berwenang melakukan
penyelidikan. “Kalau sekadar tanya, Ahok sudah bebal,” katanya.
Mayoritas peserta rapat setuju.
(Foto/Merdeka : Wakil ketua DPRD M. Taufik bersama wakil ketua DPRD dari PPP, Haji Lulung) |
Para pemimpin fraksi ini
kemudian berembuk tentang strategi untuk mengumpulkan dukungan dari
anggota Dewan lainnya. Mereka meminta PDI Perjuangan menjadi motor buat
mengumpulkan tanda tangan. Partai ini diminta karena dulu termasuk yang
getol mendorong Ahok sebagai gubernur. Logikanya, jika PDI Perjuangan
yang bergerak, efek dominonya lebih kuat.
Ketua Fraksi PDI
Perjuangan Jhonny Simanjuntak ditunjuk sebagai koordinator untuk
menggalang dukungan hak angket dan langsung bergerak. Hanya dalam
sepekan, 85 persen anggota Dewan sudah menandatangani usul hak angket.
Menurut dia, mayoritas anggota Dewan menilai Ahok sudah keterlaluan
karena memangkas kewenangan DPRD.
Seorang politikus PDI
Perjuangan menuturkan, awalnya, Prasetyo menolak ide ini. “Tapi ia terus
disindir gara-gara gagal ‘mengamankan’ Ahok,” ujarnya. Politikus Partai
Gerindra, M. Sanusi, mengatakan Prasetyo banyak “berutang” kepada
fraksi-fraksi lain karena dialah yang meminta Ahok disetujui menjadi
gubernur.
Prasetyo mengaku, bergabungnya PDI Perjuangan
semata-mata untuk meminta pertanggungjawaban Ahok tentang APBD. Menurut
dia, itu sebagai proses mengawasi kinerja gubernur. “Tidak ada niat
apa-apa, apalagi sampai pemakzulan,” katanya. Sebaliknya, M. Taufik
mengatakan ujung hak angket ini adalah pemakzulan, jika ada prosedur
yang dilanggar Ahok.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful
Hidayat mencoba meredam manuver Kebon Sirih--sebutan DPRD DKI Jakarta.
Beberapa kali dia menawari pimpinan Dewan bertemu dengan Ahok. Djarot
membenarkan informasi tersebut. Namun ide tersebut ditolak DPRD. “Itu
hak mereka juga kalau mau mengajukan hak angket,” ujar politikus PDI
Perjuangan ini. Dia mengaku tidak terlibat operasi menggulirkan hak
angket yang dilakukan kolega separtainya.
Diserang dari pelbagai
penjuru, Ahok tak mau gentar. Dia memastikan akan tetap menolak
anggaran siluman yang sudah muncul sejak APBD 2014. Jumat pekan lalu,
dia mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi sambil menenteng
beberapa bundel dokumen bukti penyimpangan APBD DKI Jakarta. “Bukti yang
kami miliki kuat,” katanya.
Ahok menantang DPRD untuk membuktikan secara terbuka.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mempersilakan tim hak
angket DPRD DKI melaporkan dia ke Bareskrim ihwal laporan draf APBD 2015
yang diduga palsu. "Kami akan melihat Bareskrim-nya nanti seperti apa,"
ujar Ahok saat ditemui di Pendopo Balai Kota DKI Jakarta, Senin malam, 2
Maret 2015.
Ahok tak mempermasalahkan tuduhan yang dilempar tim
hak angket yang menyebut dia terlibat dalam penyogokan Rp 12,7 triliun
ke DPRD DKI Jakarta.
"Dulu menuduh Sekda (Sekretaris Daerah Saefullah), sekarang menuduh saya yang sogok-sogok. Kok, sekarang jadi gue?"
ujar Ahok kesal. Ahok melanjutkan, aneh kalau dia yang menyogok anggota
DPRD untuk pengadaan UPS, yang ia laporkan sebagai salah satu pengadaan
barang hasil penggelembungan dana APBD 2015 yang belum diketuk hingga
saat ini. "Nyogok, ya, kasih Lamborghini, dong," ujarnya.
Ahok
menyesalkan jurus semacam ini. Karena, menurut dia, masyarakat mendapat
tontonan tak elok tentang pihak yang mengaku mewakili rakyat. "Minta
maaf saja sama masyarakat Jakarta karena sudah kasih tontonan kayak gitu," kata Ahok.
Ketua tim hak angket DPRD DKI, Muhammad Ongen Sangaji, mengatakan besok
akan menemui Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk menanyakan
keaslian APBD yang dikirim Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Selain itu, menurut Ongen, timnya akan melapor kepada Kabareskrim
tentang pemalsuan dokumen dan dugaan adanya penyuapan Rp 12,7 triliun ke
anggota DPRD DKI Jakarta.
Keberanian dan nyali Ahok menghadapi politis DPRD ini memang layak diancungi jempol. Selain merasa tidak bersalah sama sekali, Ahok juga menuding DPRD sebagai maling-maling uang rakyat dengan berkedok pokir-pokir supaya bisa menggelembungkan APBD.
"Saya semakin merasa kuat dan berani, apalagi melihat dukungan masyarakat kepada saya. Saya yakin, rakyat Jakarta tidak akan rela uang mereka dipakai untuk hal-hal yang tidak masuk akal seperti ini" ucap Ahok dengan berapi-api.
Semangat Ahok semakin membara melihat tingginya dukungan masyarakat, baik secara riil maupun lewat media sosial. Lewat petisi Bubarkan DPRD #Save Ahok, dalam dua hari sejak Jumat 27/Feb, sudah 39 ribu dukungan yang menandatangani petisi ini. Dan hari minggu di ajang Car Free Day, ratusan orang sibuk memberi dukungan kepada sang gubernur. Hashtag #Save Ahok, atau #You are not alone, Ahok, bahkan #Lawan Begal DPRD, santer disuarakan dan ditanda tangani ribuan masyarakat pengungjung CFD di hari Minggu, 1/3 lalu.
Dukungan juga hadir lewat penggiat anti korupsi, relawan Jokowi, Bara JP, hingga artis- artis dan tokoh-tokoh masyarakat yang selama ini getol menyuarakan gerakan melawan korupsi. Bahkan hari Senin 2/3 kemarin, tokoh-tokoh ini hadir di balaikota menyuarakan dukungan langsung ke gubernur mereka.
Ahok kini diatas angin, beberapa fraksi tarik hak angket.
Gubernur Basuki Tjahaja Purnama kini berada di atas angin terkait dengan
kisruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015. Kemungkin angket
DPRD akan gembos.
Dua fraksi di DPRD DKI Jakarta dipastikan
mencabut dukungan atas hak angket terhadap Gubernur Basuki Tjahaja
Purnama terkait dengan kisruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
2015. Kedua fraksi itu adalah NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa.
“Kami minta Fraksi NasDem mematuhi semua instruksi DPP (Dewan Pimpinan
Pusat),” kata Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella
kepada wartawan kemarin. Menurut Rio, partainya mengambil keputusan itu
lantaran polemik anggaran DKI ini sudah berdampak terhadap layanan
masyarakat. “Penyaluran honor pun terhambat,” katanya.
Ketua
Fraksi Partai NasDem Bestari Barus mengatakan fraksinya menganggap hak
angket sudah tak diperlukan lagi seiring dengan laporan Gubernur Basuki
ke Komisi Pemberantasan Korupsi. NasDem memutuskan mendukung Ahok agar
semua permasalahan terkait dengan kisruh anggaran DKI bisa terungkap.
"Biarlah hukum yang bekerja," ujar dia di kantornya kemarin.
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa juga akan mengikuti langkah NasDem.
"Kami akan segera rapat untuk menarik hak angket," kata Ketua Fraksi PKB
Hasbiallah Ilyas saat dihubungi, Senin 2 Maret 2015.
Hasbiallah mengaku, sebelumnya, Fraksi PKB tak mau ikut dalam hak
penyelidikan terhadap Ahok itu. Namun, dalam rapat paripurna pada Kamis
pekan lalu, partainya menyetujui angket. Dia berdalih saat itu ditekan
seluruh partai untuk ikut mendukung angket. "Diinjak sana-sini,"
ujarnya.
Fraksi PDIP sendiri kabarnya malam ini akan dipanggil oleh DPP Pusat untuk dimintai keterangan sekaligus menetukan langkah selanjutnya. Dinamika yang bergulir kencang konon membuat sejumlah partai berpikir ulang untuk melanjutkan hak angket ini.
Fraksi Demokrat lewat jurubicara Ruhut Sitompul, mengatakan bahwa mereka masih mengunggu titah dari ketua umum, Susilo Bambang Yudhoyono, sebelum memutuskan apakah melanjutkan atau menghentikan hak angket ini.
Panitia Angket temui Mendagri
Ketua Tim Angket DPRD DKI, Muhammad Ongen Sangaji,
mengatakan hari ini timnya akan bertemu dengan Menteri Dalam Negeri
untuk menanyakan keaslian Rancangan APBD yang dikirim ke Gubernur
Basuki. Dokumen inilah yang memicu angket. Anggaran yang ada di dokumen
itu, menurut Dewan, tak mengakomodasi pembahasan yang sudah dilakukan
dengan komisi-komisi. Adapun Ahok menuding anggaran yang diajukan Dewan
memuat anggaran siluman senilai Rp 12 triliun.
Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PPP, Abaraham Lunggana, alias Haji Lulung, malah menuding Ahok panik dengan melapor ke KPK atau Bareskrim. Dia juga menuding bahwa Ahok sekarang sibuk melobi DPP Pusat setiap partai, karena kepanikannya sendiri.
Gubernur Basuki
Tjahaja Purmana mengatakan dirinya tak perlu meminta pertolongan partai
atas kisruh yang kini terjadi. "Saya mana mungkin melobi parpol
membatalkan angket, orang saya enggak salah kok," ujar dia dengan mimik khasnya.
Tidak hanya melaporkan dugaan 'dana siluman' APBD DKI Jakarta ke Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) juga ingin PPATK turun tangan. Ia meminta agar PPATK ikut
menelusuri aliran dana melalui pajak para anggota DPRD DKI Jakarta.
"Makanya
saya kira harus dibawa ke hukum supaya ini terbuka, termasuk PPATK kami
sudah minta melihat aliran dana," ujar Ahok di Balai Kota, Jl Medan
Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (3/2/2015).
"Mungkin semua
anggota DPRD diperiksa pajaknya berapa, sama gaya hidupnya kan ada yang
naik Range Rover, Mercedes, Lamborghini dan punya jam tangan Richard
Mille. Mereka bayar pajak berapa? Duitnya seperti apa?" ujar peraih Bung
Hatta Anti Corruption Award (BHACA) 2013 ini.
Dengan
dilibatkannya PPATK, menurut Ahok, maka semua aliran dana dan gaya hidup
anggota dewan tersebut dapat terbaca. Jika terbukti ada ketidakwajaran
maka Ahok berharap dapat ditindaklanjuti segera.
"Nah, kalau
Dirjen Pajak bisa teliti ini lagi bisa ketahuan ada Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) dikombinasi dengan PPATK. Jadi kelihatan itu,
uangnya dari mana dan bayar pajak berapa. Jadi sekarang DPRD juga harus
melaporkan LHKPN. Jadi ini menarik," kata Ahok.
Berkaca dari
kekisruhan dirinya dengan DPRD saat ini soal munculnya 'anggaran
siluman', Ahok berinisiatif agar sistem e-budgeting yang digagasnya bisa
diterapkan secara nasional sehingga aliran dapat ditelisik secara lebih
teliti lagi.
"Dengan cara seperti ini kita bisa teliti. Kalau
Pak Presiden bisa bantu lebih baik lagi. Ini bukan soal Ahok, tapi mau
nggak republik kita ini mulai tahun ini, ini titik tolak, semua APBD
e-budgeting, APBN ada di e-budgeting semua orang bisa lihat siapa yang
main masukin data dan kurangin data," ucapnya.
"Itu yang saya mau
perjuangin sekarang. Jadi mereka semua cabut hak angket sekarang pun
dari parpol saya tetap jalan. Ini bukan soal angket. Saya ingin DPRD-DPR
tidak ada lagi siluman-siluman di semua APBD-APBN kita dengan
e-budgeting," tutup Ahok.
Sistem e-budgeting yang dipakai Pemprov
DKI Jakarta mengadopsi sistem yang dipakai Pemkot Surabaya, kota
pertama di Indonesia yang menerapkan sistem informasi modern itu. Lewat
e-budgeting terkuaklah bahwa terdapat dua versi RAPBD DKI Jakarta 2015
yaitu versi Pemprov dan versi DPRD.
Rasanya, akhir cerita pertempuran dua kubu ini layak ditunggu akhir ceritanya. Apakah Ahok mampu meloloskan APBD dengan system e-budgetingnya, atau DPRD yang akan memenangkan bahkan menumbangkan Ahok dari kursi gubernur.
(diolah dari berbagai sumber)
Rags
Ragil@suarasitaronews.com
0 komentar:
Post a Comment