Dengan kondisi itu, sebuah solusi layanan publik kota mutlak diperlukan untuk mengatur tata kelola kota.
Gagasan yang sejauh ini muncul untuk menghadapi problem kota di
masa depan yaitu pembangunan kota pintar, sebuah kota yang terintegrasi
dan dikendalikan oleh teknologi.
Ketua Lembaga Pengembangan dan Inovasi Kewirausahaan Institut
Teknologi Bandung (ITB), Suhono H Supangat mengatakan, salah satu hal
yang penting dalam kota pintar yaitu kepastian integrasi teknologi bisa
menjadi nilai manfaat bagi warga kota. Misalnya dalam hal transportasi
publik, dibutuhkan kepastian waktu laju moda transportasi.
"Harus ada kepastian untuk satu titik ke titik lainnya. Berapa
menit saya sampai di suatu titik, itu sangat penting," ujar Supono
ditemui dalam sebuah acara pengembang aplikasi di Menteng, Jakarta,
Kamis malam, 3 Juli 2014.
Ia mengatakan secara teknologi untuk mengembangkan sebuah kota
pintar di Indonesia dapat dilakukan. Untuk tahap awal setidaknya
bagaimana integrasi teknologi bisa dijalankan.
Supono justru menyoroti faktor-faktor di non-teknis yang menjadi halangan peralihan sebuah kota yang ingin menuju kota pintar.
Ia mencontohkan, agar layanan publik kota terintegrasi, antar dinas
pertama kali harus memiliki standar aplikasi online yang sama. Setelah
hal ini selesai dan satu visi, setelah itu bertahap ke jenjang
selanjutnya.
"Untuk melangkah, harus optimasi masing-masing sektor dinas, ini
disamakan dulu. Kan dinas bisa punya aplikasi masing-masing. Setelah ini
rampung, baru tahap integrasi," jelasnya.
Namun di wilayah pengaturan birokrasi ini, kadang ditemukan sejumlah ketidaksiapan.
Beberapa dinas harus menyesuaikan denga aturan yang ada, belum lagi
problem perilaku sumber daya manusia birokrasi yang lambat mengadopsi
sebuah terobosan.
Untuk itulah, dalam momentum optimasi ini, Suhono memandang penting
kehendak politik seorang pemimpin kota. "Bagaimanapun kepemimpinan
penting, bagaimana dia (pemimpin kota) bisa mengarahkan birokrasi," kata
dia.
Supono menambahkan guna menuju kota pintar, sebuah kota setidaknya
harus melalui tahapan-tahapan. Pertama inisiasi, pengondisian
masing-masing sektor layanan publik (dinas), integrasi teknologi kota
dan aplikasi kota pintar.
Ia mengakui untuk mengembangkan sebuah kota yang terintegrasi
dengan teknologi, infrastruktur menjadi hal yang penting. Tapi ia
mengatakan problem infrastruktur jangan malah menghentikan ide kota
pintar. Kota dengan basis teknologi harus tetap berjalan dengan
keterbatsan infrastruktur.
"Jalankan sistem dulu, agar sampai terintegrasi. Soal infrastruktur
sambil jalan saja, sambil perbaikan, kita jalankan sistem integrasi,"
kata dia.
Teknopolis Bandung
Salah satu kota yang tengah mencanangkan pengembangan kota pintar adalah kota Bandung.
Supono yang juga merupakan Ketua e-Indonesia Initiatives itu
mengungkapkan Pemerintah Kota Bandung sudah mengalokasikan sebuah
kawasan baru seluas 400 hektar, sebagai lokasi pengembangan kota
pintar.
"Kota pintar ini akan dinamakan Bandung Teknopolis," katanya. Ia
menyebutkan pencanangan kota pintar itu akan digulirkan pada 2016
mendatang.
Untuk pendanaan pengembangan kota pintar itu, Supono mengungkapkan akan memanfaatkan segala sumber daya yang ada.
"Pendanaan ada 5 jenis, di antaranya memanfaatkan dana APBN, APBD,
Public Private Partnership, dana tanggung jawab perusahaan (CSR) dan
lainnya," ujarnya.
Belum lama ini, Supono mengundang beberapa walikota di Indonesia
untuk mempresentasikan ide pengembangan kota pintar. Keseriusan para
walikota itu dibuktikan dengan kehadiran mereka di konferensi
e-Indonesia Initiatives Forum yang ke-10.
Acara yang dihelat di Aula Barat ITB ini dihadiri 4 walikota yaitu
Walikota Bandung, Walikota Bogor, Walikota Makasar dan Walikota Aceh. (viva.co.id)
0 komentar:
Post a Comment