Debat Capres dan Cawapres (foto okezone.com) |
Suarasitaronews.com-Jakarta : Menanggapi debat capres dan cawapres, beberapa pengamatpun telah mengamati dan telah mempelajari proses debat ini berlangsung. berikut kata para pengamat :
Pengamat komunikasi politik Heri Budianto melihat pemaparan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa lebih matang dibanding pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) saat debat perdana di Balai Sarbini, Jakarta, Senin malam.
Heri menjelaskan, pasangan yang diusung Partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, Golkar, dan PBB itu menunjukkan konsistensi dalam menjawab pertanyaan, baik dari pembawa acara, Zainal Arifin Mochtar, maupun dari pasangan Jokowi-JK.
“Prabowo lebih tenang, mantab. Dari awal debat, konsistensi mereka terlihat. Sementara Jokowi-JK kita lihat didominasi JK. Ini terlihat dari menit-menit awal. Segmen 1 sampai 3, saya mencatat betul JK terlihat lebih banyak memberikan jawaban. Dari sisi durasi, dari waktu lima menit, Jokowi hanya sekira 1,5 menit dan JK sisanya. JK dominan,” jelas Heri, seperti di lansir Okezone.com.
Jokowi, lanjut dia, baru terlihat aktif di akhir segmen dengan memberikan pemaparan lebih panjang.
Saat disinggung soal pertanyaan HAM yang dilontarkan JK kepada Prabowo, Heri menilai pertanyaan tersebut sebenarnya merupakan isu lama yang sudah selesai.
“JK itu kan politikus. Dia melihat ada celah untuk melakukan itu. Kalau mengecurut, sebenarnya isu itu sudah menjadi konsumsi publik. Prabowo pun menyampaikan jawaban yang real. Saya melihat kesan serangan politik dalam debat tersebut tidak begitu kentara. Alasannya ya karena itu, isu tersebut sudah lama jadi konsumsi publik. Publik sudah tahu itu,” ucapnya.
Sementara seperti yang dilansir merdeka.com, Direktur Riset Saiful Mujani mengatakan, 'Efek debat dapat memengaruhi citra kandidat di kalangan pemilih yang
masih bisa berubah pilihannya. Saat ini pemilih undecided atau masih
ragu diperkirakan berada pada kisaran 12% sampai 15%,'' jelas Direktur
Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan saat
dihubungi, kemarin.
Menurutnya, debat visi dan misi yang disiarkan media
televisi, radio, surat kabar, media online, dan media sosial dapat
menjadikan daya jangkau menasional.
''Jadi, masyarakat yang masih ragu
dapat menilai kualitas dan karakter kandidat. Bukan hanya apa yang
dibicarakan, melainkan juga gerak fisik, cara bicara, dan lain-lain,''
ujarnya.
Djayadi lebih lanjut mengatakan masyarakat yang belum menentukan pilihan akan menilai kompetensi, kesan kedekatan, dan pemahaman atas harapan rakyat terhadap para kandidat.
''Jadi, lewat debat itu masyarakat bisa menilai pasangan mana yang menjawab semua harapan dan menjadikan masyarakat percaya,'' tegasnya.
Namun, kata Djayadi, untuk menaikkan elektabilitas pascadebat, hal itu mesti ditindaklanjuti dengan gerakan masif dengan door to door. Hal itu bisa dilakukan tim kampanye dan relawan.
Selain itu, lanjutnya, debat juga menjadi satu elemen dalam membangun pendidikan politik.
''Sebaiknya yang dibicarakan atau didebatkan ialah hal-hal yang menyangkut masalah riil bangsa,'' pungkasnya.
Implikasi debat pada elektabilitas tersebut juga disampaikan pengamat komunikasi UI Devi Rahmawati. Menurut Devi, substansi visi dan misi yang disiarkan secara nasional akan menentukan atas penilaian masyarakat. ''Maka, materi sebaiknya dikemas dengan padat dan mampu menjawab persoalan-persoalan keseharian masyarakat,'' ujarnya.
Karena itu, para kandidat harus cermat dalam hal penampilan dan pemaparannya. ''Mayoritas masyarakat Indonesia butuh pemaparan yang sederhana,'' tambah Devi.(erga)
Djayadi lebih lanjut mengatakan masyarakat yang belum menentukan pilihan akan menilai kompetensi, kesan kedekatan, dan pemahaman atas harapan rakyat terhadap para kandidat.
''Jadi, lewat debat itu masyarakat bisa menilai pasangan mana yang menjawab semua harapan dan menjadikan masyarakat percaya,'' tegasnya.
Namun, kata Djayadi, untuk menaikkan elektabilitas pascadebat, hal itu mesti ditindaklanjuti dengan gerakan masif dengan door to door. Hal itu bisa dilakukan tim kampanye dan relawan.
Selain itu, lanjutnya, debat juga menjadi satu elemen dalam membangun pendidikan politik.
''Sebaiknya yang dibicarakan atau didebatkan ialah hal-hal yang menyangkut masalah riil bangsa,'' pungkasnya.
Implikasi debat pada elektabilitas tersebut juga disampaikan pengamat komunikasi UI Devi Rahmawati. Menurut Devi, substansi visi dan misi yang disiarkan secara nasional akan menentukan atas penilaian masyarakat. ''Maka, materi sebaiknya dikemas dengan padat dan mampu menjawab persoalan-persoalan keseharian masyarakat,'' ujarnya.
Karena itu, para kandidat harus cermat dalam hal penampilan dan pemaparannya. ''Mayoritas masyarakat Indonesia butuh pemaparan yang sederhana,'' tambah Devi.(erga)
0 komentar:
Post a Comment