Bitung |
Sedari dulu telah menjadi perhatian, itulah Bitung.
Deretan pepohonan besar yang tumbuh subur, teduh dan memberi rasa damai,
lekukan garis pantai yang mengagumkan dan gerombolan ikan cakalang yang
menari ria sesekali muncul ke permukaan laut, seperti itulah suasana
Bitung ketika didatangi oleh seorang tunduang wanua Bitung.
Tatkala seorang tunduang telah membangun gubuk dibawah pohon yang
teduh dan damai ditepian pantai, ia menyaksikan banyaknya nelayan
berdatangan secara bergantian, tidak saja dari sekitar Tonsea, Sangihe
Talaud dan Maluku, Habibu dan Papagami yang beragama Islam. Ia melihat
suatu hal yang mengagumkan yakni bermacam-macam burung silih berganti
hinggap di pohon bitung. Atas peristiwa ini ia berfirasat bahwa suatu
waktu tempat ini akan didiami oleh banyak suku bangsa.
Dalam Kamus Sangirees-Nederlands Woordenboek yang diedit oleh Mr.
K.G.F. Stellen dan Drs. W.Aerbersold dari penulis N. Adrian, 1893,
cetakan terakhir tahun 1959, kata Bitung adalah nama sebuah pohon,
Stevige Koroestige Boom. Dalam bahasa botani disebut Hivia Hospital.
Dari sekian banyak pertemuan para nelayan maka kata bitung (Witung)
sudah beralih makna dari nama pohon ke penunjukan tempat. Akhirnya makna
ini berkembang sampai sekarang. Pada tanggal 1 Januari 1918 Bitung
diakui oleh Pemerintah Belanda sebagai suatu negeri, walaupun
pengesahannya baru pada tanggal 1 Januari 1928 setelah dikeluarkan
beslit oleh pemerintah. Tahun 1964 dengan SK Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara Nomor 244 Tahun 1964, Bitung ditetapkan menjadi
satu Kecamatan dengan jumlah penduduk 32.000 jiwa tersebar pada 28 desa
dengan luas wilayah 29,79 km².
Tanggal 10 April 1975 Bitung diresmikan sebagai Kota Administratif
pertama di Indonesia. Pada tanggal 10 Oktober 1990 Kota Administratif
Bitung ditingkatkan dan berubah statusnya menjadi Kotamadya Daerah
tingkat II Bitung. Hingga saat ini menjadi Kota Bitung yang juga telah
dikenal memiliki potensi wisata yang menakjubkan baik di daratan maupun
didasar laut. Hal ini semakin menegaskan posisi Bitung sebagai sebuah
kota di ujung utara Sulawesi yang memiliki daya tarik yang sangat kuat
dari segi investasi maupun wisata.
RIWAYATMU KINI
Sampai saat ini, Bitung tetap
menjadi perhatian dan daya tarik. Apa yang menjadi firasat oleh seorang
tunduang dimasa lalu menjadi kenyataan. Saat ini Kota Bitung telah
didiami oleh bermacam-macam pemukim dari berbagai suku dan agama.
Kemajuan kota terus berkembang seiring dengan potensi bahari yang ada di
Kota Bitung yang dapat dilihat dari bertumbuhnya industri perikanan dan
jasa.
Posisi strategis kota Bitung yang berada di bibir samudra pasifik,
semakin membuka akses yang luas bagi industry pelayaran. Investor
Indonesia bahkan mancanegarapun ikut melirik kota Bitung sebagai lahan
subur untuk berinvestasi. Ini terbukti ketika disekitar tahun 1940, para
pengusaha yang mengelola laut Sulawesi yang ketika itu bermarkas di
pelabuhan perdagangan Kema (Minahasa Utara saat ini), lebih memilih
beralih ke Bitung karena melihat prospek dan potensi yang besar terhadap
iklim perdagangan di Bitung. Fenomena ini telah terjadi dari masa ke
masa hingga saat ini, dimana dapat kita jumpai bertumbuhnya
perusahaan-perusahaan lokal dan asing yang memanfaatkan peluang dari
sector perikanan dan bahari.
Dari segi geografis, Pelabuhan Bitung memiliki letak yang sangat
strategis karena berada di perairan Selat Lembeh yang berhadapan dengan
Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, yang dapat berperan sebagai
pelabuhan perikanan lingkar luar Indonesia. Hal ini memungkinkan
pengembangan Bitung sebagai pintu gerbang eksport-import dari dan keluar
negeri khususnya di wilayah Indonesia Timur. Pelabuhan Bitung sendiri
memiliki luas 4,6 hektar yang dilengkapi dengan dua dermaga. Pelabuhan
ini juga sudah diperluas, dan ditambahi dengan pembangunan tangga
pendaratan kapal. Selain letaknya yang strategis, Bitung memiliki sumber
daya laut dan perikanan yang sangat potensial mencapai 587 ribu ton,
sementara yang dimanfaatkan baru 147 ribu ton atau sekitar 25,04 persen.
Potensi ikan Bitung tersebar di Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut
Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau, Laut Sulawesi dan utara Pulau
Halmahera. Menyadari akan potensi yang menguntungkan ini, pemerintah
melakukan langkah maju untuk melobi pemerintah pusat dan akhirnya
berbuah hasil ketika Bitung ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus di
Indonesia Timur sekaligus sebagai pelabuhan internasional dengan
rencana pengembangan International Hub Port. Potensi ini akan lebih
terbuka ketika sedianya akan dibangun infrastruktur transportasi darat
melalui rencana pembangunan tol Bitung-Manado dan Rel Kereta Api sebagai
sarana transportasi trans Sulawesi dan juga rencana pengembagan SDM
melalui Akademi Komuditas Logistik Bitung yang segera dibangun.
Beberapa hari sebelum saya menulis opini ini, saya sempat mengunjungi salah satu tempat wisata di Bitung
tepatnya di pantai Kasawari. Saya mengamati dengan saksama aktivitas
beberapa wisatawan asing yang begitu menikmati penyelaman di laut lembeh
yang memiliki pemandangan dasar laut yang cukup mempesona. Ini
menunjukkan bahwa ada sektor penting yang juga merupakan keistimewaan
Bitung sebagai kota bahari, disamping keistimewaan lainnya yang telah
diuraikan diatas.
TEMPO DOELOE ATAU MASA KINI?
Tidak ada satupun yang dapat menyangkali bahwa seiring waktu, Kota Bitung
akan terus berkembang dan menjadi primadona di Negeri ini. Kita sepakat
bahwa Kota Bitung kedepan akan menjelma menjadi sebuah kota industri
yang modern dan maju serta sejahtera apabila Pemerintah tidak salah
mengelola negeri Bitung ini. Dampak dari industrialisasi yang maju, maka
kota Bitung mau tidak mau akan menjadi kota yang dipadati dengan
bangunan-bangunan pabrik dalam skala yang besar, dan hal ini sudah mulai
terlihat saat ini seperti di sepanjang jalur tepi pantai di ruas jalan
kota Bitung dan di wilayah Manembo-nembo bawah serta Tanjung Merah.
Melihat fenomena ini saya berpikir bahwa ada sesuatu yang penting dan
perlu diantisipasi sejak dini, yakni menjaga agar lingkungan kota akan
tetap teduh karena didalamnya terdapat banyak masyarakat yang bermukim,
dimana masyarakat harus tetap merasakan kehidupan yang harmonis dengan
alam sekitar. Degradasi kualitas lingkungan sudah mulai dirasakan
belakangan ini, dimana situasi yang awal mula dinikmati di negeri
Bitung, tatkala penghuni kota ini tempo dulu masih bisa menikmati angin
sepoi-sepoi di tepi pantai sepanjang kota, hari ini kita saksikan bahwa
sepanjang tepi pantai itu telah dipagari oleh “hutan beton”, dan
fenomena ini akan terus berlanjut.
Meskipun memang benar bahwa keberadaan pabrik-pabrik ini membantu
masyarakat kota dalam rangka peningkatan perekonomian dan kesejahteraan,
tapi perlu diingat bahwa penurunan kualitas lingkungan juga akan
mempengaruhi kelangsungan hidup kita. Permasalahan disini bukanlah
semata-mata karena angin sepoi-sepoinya saja, tapi mengenai kelangsungan
hidup penghuni kota yang harus mendapat perhatian, dalam hal ini
kebutuhan manusia terhadap oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan.
Fakta membuktikan bahwa Pohon dan plankton memainkan peran besar
dalam menentukan kualitas
lingkungan didalam kota. Jumlah oksigen yang
dihasilkan oleh pohon tergantung pada jenis pohon, umur, kesehatan, dan
juga pada lingkungan pohon. Berikut adalah beberapa fakta mengenai
jumlah oksigen yang dihasilkan oleh pohon : 1). Pohon rindang matang
menghasilkan oksigen untuk 10 orang menarik napas dalam setahun dalam
satu musim. 2). Sebuah pohon dewasa tunggal dapat menyerap karbon
dioksida pada tingkat 48 pon /tahun dan melepaskan oksigen yang cukup
kembali ke atmosfer untuk mendukung 2 manusia. (dirilis oleh : Arbor Day
Foundation). Secara rinci Manfaat Sebatang Pohon diuraikan sebagai
berikut : Menyerap panas 8x lebih banyak; Menghasilkan Oksigen (O2)
sebanyak 1/2 Kg/Hari/Pohon; Menyerap Karbondioksida (CO2) 14 Kg/Tahun
dari polusi udara yang dihasilkan dari pabrik dan kendaraan bermotor
serta menyerap debu; Memberikan keteduhan bila duduk di bawah pohon pada
siang hari; Mencegah erosi/tanah longsor; Mencegah banjir; Mencegah
terjadinya kekeringan saat musim kemarau; Dan mencegah serta mengurangi
Dampak Pemanasan Global (Global Warming); Selain itu akar pohon
berfungsi untuk : (a) Menyerap air ke tanah, (b) Mengikat butir-butir
tanah, (c) Mengikat air di pori tanah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ternyata 1 (satu) pohon
menghasilkan 1,2 kg oksigen per hari. 1 (satu) orang bernafas perlu 0,5
kg oksigen per hari. Jadi 1 (satu) pohon menunjang kehidupan 2 (dua)
orang. Jumlah warga di Bitung berdasarkan Data Agregat Kependudukan
Per-Kecamatan (DAK2) untuk seluruh wilayah Kota Bitung saat ini
berjumlah 219.948 jiwa.
Bila jumlah ini kita kalikan dengan kebutuhan oksigen per 1 (satu)
jiwa, berarti produksi oksigen yang harus tersedia setiap hari adalah
109.974 kg oksigen. Bila jumlah ini kita terjemahkan dengan jumlah
pohon, berarti dibutuhkan sekitar 91.645 pohon dewasa. Bila setiap pohon
diasumsikan sekitar 1,5 M2, maka dibutuhkan sekitar 137.468 M2
luas area pepohonan/ruang hijau, atau paling tidak luas ruang terbuka
hijau harus mencapai 30% dari luas wilayah, atau 30% dari 304 M2 (luas daratan kota Bitung) yaitu berkisar 91,2 M2.
Kita dapat saja berkata bahwa ini hanyalah sebuah hitung-hitungan
yang tidak penting dan merumitkan, tapi perlu kita pikirkan tentang
pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup kita bersama, dimana ada sebuah
kekhawatiran akan efek negative yang ditimbulkan dari banyaknya pabrik
yang akan dibangun yang justru menghasilkan sat-sat berbahaya yang
secara tidak sadar dihirup oleh ratusan ribu penduduk kota setiap hari.
Itu belum termasuk jumlah polusi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor
akibat dari aktifitas kota yang padat.
RIWAYATMU NANTI (SEBUAH IMPIAN)
Saya bermimpi, alangkah indahnya bila dikemudian hari kita
menyaksikan kota Bitung yang telah berkembang menjadi kota industry yang
maju, tetapi di area-area tertentu terdapat taman besar yang ditumbuhi
pohon-pohon bitung yang rindang yang menjadi cirikhas kota ini. Penataan
kota yang rapih dan memberi rasa damai serta menjadi surga bagi
penghuni kota. Baru-baru ini ketika saya mengunjungi pantai kasawari,
saya mengambil sebuah pohon kecil yang saya tau adalah pohon bitung.
Saya mengambilnya untuk ditanam dihalaman rumah, karena saya sadar bahwa
pohon ini memiliki nilai sejarah yang sangat mahal.
SOLUSI KONGKRIT
Adapun beberapa masukan yang mungkin dapat dijadikan solusi tatkala
kita mengantisipasi dampak negative dari kemajuan kota Bitung sebagai
kota industry yang padat yakni :
- Pemerintah harus membuat aturan yang ketat dan tegas dimana setiap investor yang akan membangun pabrik harus juga membangun lingkungan hijau binaan (tidak semua lahan pabrik dieksploitasi sebagai area produksi) yang dapat berupa taman, pepohonan/vegetasi lainnya, dimana kesepakatan ini harus tertuang dalam MoU, karena bila ini tidak dilakukan maka ketika investor selesai berinvestasi, mereka akan pulang dengan meninggalkan lingkungan kota yang telah rusak. Area vegetasi disetiap pabrik harus diperhatikan keindahannya karena hal ini akan mempengaruhi estetika kota secara keseluruhan. Hal ini juga penting karena ada beberapa pabrik yang sudah berdiri di kota Bitung yang bagian depan hanya dipagar begitu saja dan menutupi ¾ ketinggian bangunan, dengan kondisi pagar yang tidak memperhatikan keindahannya. Hal ini juga berlaku untuk bangunan-bangunan seperti toko, ruko, perkantoran dan rumah yang harus menanam pohon/vegetasi lainnya paling tidak 30% dari luas lahan, dan ini harus dibuatkan regulasi oleh pemerintah.
- Mau tidak mau pemerintah kota harus mengejar ketersediaan ruang terbuka hijau didalam kota yang belum mencapai 30%, dimana sebaiknya dalam bentuk taman kota dan berada di tepi pantai, agar jatidiri dan identitas/cirikhas kota Bitung sebagai kota bahari yang teduh kembali bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat sebagai area public, dimana tempat ini dapat didesain untuk kembali menampilkan suasana Bitung dimasa lampau, ditanami pohon-pohon bitung sehingga tempat ini akan memiliki nilai histori yang tentunya mahal sehingga tetap menjadi daya tarik dari masa ke masa karena seperti itulah awal mula Bitung ada dan berkembang. Kita lihat saja hari ini mungkin orang luar yang datang ke Bitung tidak akan mengetahui bahwa Bitung adalah kota laut karena telah ditutupi oleh bangunan-bangunan disepanjang tepian pantai dijalur utama Kota Bitung.
0 komentar:
Post a Comment