Suarasitaronews.com-JAKARTA : Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo menilai, Presiden Joko Widodo berada di zona yang tidak stabil. Hal itu, menurut Ari, berdasarkan pada situasi politik yang terjadi setelah enam bulan masa awal pemerintahan.
"Jokowi sekarang berada di zona ketidakstabilan. Salah satunya
disebabkan kondisi ekonomi yang tidak baik sehingga terjadi titik
gejolak sosial," ujar Ari dalam diskusi publik di kantor PARA Syndicate,
Jakarta Selatan, Minggu (24/5/2015).
Menurut Ari, implementasi jargon politik, seperti kedaulatan pangan, kedaulatan energi, hingga kedaulatan politik, belum terlihat. Rencana-rencana jangka menengah, seperti pembangunan infrastruktur, berpotensi melambat.
Kementerian bidang hukum dan ekonomi dinilai mengalami kemunduran. Hal ini mengakibatkan menurunnya tingkat kepuasan publik. Para anggota kabinet juga dinilai tidak memiliki cara komunikasi yang matang, baik kepada masyarakat, maupun kepada lembaga lainnya, termasuk DPR.
Peneliti PARA Syndicate, Toto Sugiarto, mengatakan, setelah melalui enam bulan pertama, pemerintah belum mampu membayar ekspektasi publik yang tinggi terhadap pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
"Rakyat yang sangat terbebani dengan meningkatnya harga kebutuhan pokok kemudian diteror dengan keberadaan beras plastik. Ini berarti tidak ada pengawasan dari luar dan dalam oleh pemerintah," kata Toto.
Menurut Toto, sebagai pemimpin, Jokowi dituntut memiliki suatu keberanian untuk keluar dari zona yang tidak stabil. Jokowi harus berani mengambil risiko demi menyelamatkan pemerintahan. Menurut dia, pada kondisi saat ini, perombakan kabinet bukan lagi dipandang sebagai hak prerogatif Presiden, melainkan sebagai satu-satunya jalan untuk menuntaskan permasalahan (kmp/rags)
Menurut Ari, implementasi jargon politik, seperti kedaulatan pangan, kedaulatan energi, hingga kedaulatan politik, belum terlihat. Rencana-rencana jangka menengah, seperti pembangunan infrastruktur, berpotensi melambat.
Kementerian bidang hukum dan ekonomi dinilai mengalami kemunduran. Hal ini mengakibatkan menurunnya tingkat kepuasan publik. Para anggota kabinet juga dinilai tidak memiliki cara komunikasi yang matang, baik kepada masyarakat, maupun kepada lembaga lainnya, termasuk DPR.
Peneliti PARA Syndicate, Toto Sugiarto, mengatakan, setelah melalui enam bulan pertama, pemerintah belum mampu membayar ekspektasi publik yang tinggi terhadap pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
"Rakyat yang sangat terbebani dengan meningkatnya harga kebutuhan pokok kemudian diteror dengan keberadaan beras plastik. Ini berarti tidak ada pengawasan dari luar dan dalam oleh pemerintah," kata Toto.
Menurut Toto, sebagai pemimpin, Jokowi dituntut memiliki suatu keberanian untuk keluar dari zona yang tidak stabil. Jokowi harus berani mengambil risiko demi menyelamatkan pemerintahan. Menurut dia, pada kondisi saat ini, perombakan kabinet bukan lagi dipandang sebagai hak prerogatif Presiden, melainkan sebagai satu-satunya jalan untuk menuntaskan permasalahan (kmp/rags)
0 komentar:
Post a Comment