Menkominfo Rudiantara |
Suarasitaronews.com-Jakarta : Sejumlah LSM Penggiat Internet mendesak Menkominfo untuk meninjau kembali Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Rudiantara yang diundang oleh Forum Digital Demokrasi untuk menyampaikan aspirasinya diminta agar pasal 27 Junto pasal 45 ayat 1 di UU ITE yang mengatur tentang hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, bisa direvisi atau bahkan dihapus.
"Karena menurut Freedom House, tahun 2013 Indonesia tercatat sebagai 'negara setengah merdeka' dalam berinternet. Di tahun 2014, malah lebih parah lagi kondisinya," kata Damar Juniarto, dari Safenet, di Hotel 4 Season, Jakarta, Rabu malam. dikutip dari detik.com
Peninjauan tersebut perlu dilakukan Menkominfo mengingat banyaknya korban yang di jerat UU tersebut akibat kebebasan berekspresi.
Sejak tahun 2008 hingga 2014 lanjut Damar, setidaknya tercatat sudah ada 69 kasus menggunakan UU ITE yang terdeteksi bahkan terus meningkat setiap tahunya.
"Tahun 2008 ada 2 kasus, sempat turun 1 kasus di 2010. Namun sejak tahun 2011 naik dari 3 kasus, menjadi 8 kasus, 2013 ada 14 kasus dan 2014 menjadi 39 kasus," katanya.
Ia pula mengungkapkan, sebaran kasus UU ITE sudah terjadi dari Aceh hingga Makasar. Namun yang mengejutkan, kebanyakan justru lebih banyak terjadi di luar kota-kota besar. Pasal 27 di UU ITE pun menjadi multitafsir antara yang privat dan yang publik. Sehingga rentan untuk dikriminalisasikan.
"Kasus yang terjadi di media jejaring sosial yang menggunakan UU ITE ini sebagian besar berasal dari Facebook dimana jumlah 24 kasus, kemudian Twitter 16 kasus, Path 1 kasus, email 3 kasus dan blog 4 kasus," urai Damar.
Dengan begitu, masukan dari para aktivis ini tentu saja ditampung oleh Rudiantara. Menurutnya, saat ini dirinya masih terus melakukan 'shopping' untuk mendapatkan sejumlah masukan untuk menyusun daftar program kerja yang prioritas.
"Kita harus lihat dahulu, apa isu krusialnya bagaimana magnitude-nya. Biar tahu ada tingkat urgensinya, sehingga bisa dikejar secara bersama-sama," kata Rudiantara.
Dia mengatakan setuju bila internet bisa dijadikan wadah untuk meluapkan kebebasan dalam berekspresi, namun dengan catatan harus bertanggung jawab.
Selain itu, dia juga mendapat masukan mengenai aturan ketat mengenai pemblokiran situs namun tak jarang sering salah sasaran. Salah satunya adalah masih bebasnya situs penyebar kebencian dan pemecah kesatuan NKRI.
Rudiantara pun tegas dan tak mau kompromi dengan hal tersebut, baginya bila memang terbukti ada situs seperti penyebar kebencian maka akan langsung ditutup.(erga)
0 komentar:
Post a Comment