Suarasitaronews.com-Jakarta : Sudah banyak analisis dari para pengamat yang membandingkan dua calon
presiden yakni Prabowo Subianto dengan Joko Widodo (Jokowi). Perlu
diingat, pertarungan juga terjadi antara kedua calon wakil presiden yang
digaet tak lama sebelum waktu pendaftaran capres-cawapres ditutup oleh
KPU.
Dewi Haroen, Psikolog Politik Universitas Indonesia (UI) memberikan analisisnya tentang kedua tokoh di atas. Ia menyebut bahwa seringnya Jusuf Kalla ikut dalam pilpres membuat masyarakat cenderung menilai mantan wakil presiden itu sangat "bernafsu" ingin duduk dalam kursi pemerintahan.
"Kalau JK masyarakat akan mikir, ngapain ngikut lagi? Sudah turun, jangan-jangan pengen jadi presiden," ucapnya Selasa (3/6).
Hal lain yang menjadi titik lemah dari munculnya JK sebagai pasangan Jokowi adalah kemungkinan munculnya sikap yang lebih mendominasi. Bahkan penulis buku Personal Branding itu memberikan beberapa contoh sikap dominan yang ditunjukkan JK. "Waktu deklarasi relawan, dengan tenang JK berbicara lebih dulu, sikapnya dari berjalan tidak mau di belakang Jokowi," tukasnya.
Hal itu menurutnya bisa membuat karakter Jokowi tenggelam dibalik dominasi JK. “Hal itu ditambah JK adalah orang lebih tua, punya pengalaman, ini akan memunculkan matahari kembar dan karakter Jokowi bisa tenggelam," ucapnya.
Lalu bagaimana dengan Hatta Rajasa? Dewi mengatakan bahwa selain ini merupakan kiprah perdana Hatta dalam pilpres, karakter yang dimiliki mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI itu juga akan menguntungkan bagi pencapresan Prabowo, "Hatta lebih menguntungkan karena merupakan orang yang administratif orangnya dan bisa menempatkan diri," ungkapnya.
Terlebih, Hatta menurut Dewi bukanlah orang yang akan mendominasi karakter pemerintahan Prabowo. "Hatta punya sikap tidak mau di depan, bisa menempatkan diri sebagai wakil atau orang kedua walaupun Prabowo juga sangat bisa menempatkan diri," pungkasnya.(Okezone.com)
Dewi Haroen, Psikolog Politik Universitas Indonesia (UI) memberikan analisisnya tentang kedua tokoh di atas. Ia menyebut bahwa seringnya Jusuf Kalla ikut dalam pilpres membuat masyarakat cenderung menilai mantan wakil presiden itu sangat "bernafsu" ingin duduk dalam kursi pemerintahan.
"Kalau JK masyarakat akan mikir, ngapain ngikut lagi? Sudah turun, jangan-jangan pengen jadi presiden," ucapnya Selasa (3/6).
Hal lain yang menjadi titik lemah dari munculnya JK sebagai pasangan Jokowi adalah kemungkinan munculnya sikap yang lebih mendominasi. Bahkan penulis buku Personal Branding itu memberikan beberapa contoh sikap dominan yang ditunjukkan JK. "Waktu deklarasi relawan, dengan tenang JK berbicara lebih dulu, sikapnya dari berjalan tidak mau di belakang Jokowi," tukasnya.
Hal itu menurutnya bisa membuat karakter Jokowi tenggelam dibalik dominasi JK. “Hal itu ditambah JK adalah orang lebih tua, punya pengalaman, ini akan memunculkan matahari kembar dan karakter Jokowi bisa tenggelam," ucapnya.
Lalu bagaimana dengan Hatta Rajasa? Dewi mengatakan bahwa selain ini merupakan kiprah perdana Hatta dalam pilpres, karakter yang dimiliki mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI itu juga akan menguntungkan bagi pencapresan Prabowo, "Hatta lebih menguntungkan karena merupakan orang yang administratif orangnya dan bisa menempatkan diri," ungkapnya.
Terlebih, Hatta menurut Dewi bukanlah orang yang akan mendominasi karakter pemerintahan Prabowo. "Hatta punya sikap tidak mau di depan, bisa menempatkan diri sebagai wakil atau orang kedua walaupun Prabowo juga sangat bisa menempatkan diri," pungkasnya.(Okezone.com)
0 komentar:
Post a Comment