Suarasitaronews.com - Beberapa kematian dalam pembinaan disipilin
sudah sering terjadi sejak beberapa tahun yang lalu di sekolah-sekolah
kedinasan di Indonesia. Terakhir adalah kematian seorang mahasiswa
junior di STIP. Sebelumnya terjadi di STPDN. Senior dari STPDN dan STIP
dengan alasan untuk membina disiplin dikalangan mahasiswa baru diberikan
hak untuk menghukum dengan cara kekerasan. Pertanyaan yang timbul
adalah apa yang dimaksudkan dengan disiplin dan bagaimana menanamkannya?
Selama
beberapa puluh tahun disiplin di Indonesia diartikan sebagai kepatuhan
untuk menjalankan perintah atasan tanpa boleh bertanya, karena mereka
tidak mempunyai apa-apa kecuali napas. Pelaksana tugas harus patuh tanpa
mengetahui mengapa harus melaksanakan yang diperintahkan itu. Dan tidak
perlu tahu apa hubungannya dengan fungsi sekolah dan tugasnya
dikemudian hari. Karena itu orang yang disiplin dipersepsikan sama
dengan mesin, benda mati yang tak mempunyai nyawa dan hati. Akibatnya
bekerja tanpa kreatifitas dan tanpa otak.
Penegakan disiplin yang
demikian dilakukan dengan ancaman hukuman. Karena itu yang dipraktekkan
di sekolah-sekolah kedinasan itu lebih banyak mengarah pada kepatuhan
dan penghormatan kepada atasan. Atasan adalah perlambang tugas dan
kewajiban. Untuk memperoleh penilaian disiplin yang sempurna, seorang
peserta didik harus tahu memberi hormat sebaik dan sekaku mungkin
sehingga kelihatan seperti patung-besi atau benda mati.
Ukuran
disiplin didasarkan pada kesan yang dirasakan oleh atasan. Artinya,
sangat subjektif. Karena itu yunior disekolah-sekolah itu sangat takut
kepada seniornya. Hasilnya adalah disiplin dalam bentuk rasa takut.
Tahun berikutnya, junior menjadi senior. Dia melakukan hal yang serupa,
dan seterusnya.
Disiplin yang demikian tidak relevan dengan tugas
yang akan dilaksanakan di lapangan setelah lulus. Ini dapat dimengerti
karena pertimbangan tentang pendidikan sama sekali tidak dikenal oleh
seorang mahasiswa senior.
Seharusnya disiplin yang mesti
ditegakkan di sekolah-sekolah kedinasan itu tidak terlepas dengan fungsi
dan tugas sehari-hari dari anak didik itu di kemudian hari, yakni
sebagai pelayan publik dalam bidangnya masing-masing. Yang harus
didisiplinkan adalah keunggulan dalam pelayanan dan kesiapan berkorban
untuk itu, yakni kepuasan orang yang dilayani, ketepatan waktu, patuh
pada aturan, mahir dalam tugas dalam arti paham masalah dan tahu
menanganinya, hemat bicara, jelas dan tegas.
Semua itu harus
ditanamkan melalui kesadaran akan kewajiban melaksanakan tugas. Dengan
demikian disiplin itu harus diartikan sebagai kesadaran, kemampuan
berkorban, dan ketrampilan dalam melaksakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Sebab itu disiplin harus ditanamkan oleh orang yang paling
bertanggungjawab terhadap mutu sekolah sesuai dengan misinya, yaitu
direktur sekolah. Bukan oleh dosen muda yang belum berpengalaman,
apalagi oleh sesama mahasiswa. Bukan dengan cara memukul, tetapi dengan
membangkitkan gairah berkorban dan menanamkan kesadaran terhadap tugas
dengan sungguh-sungguh.
*) Said Zainal Abidin adalah Guru Besar STIA LAN, Mantan Penasihat KPK (detik.com/mira)
0 komentar:
Post a Comment