Latest News

BANNER

BANNER
Friday, 25 April 2014

Kampung Wisata Batuputih

 
Kampung Wisata Batuputih

SUARASITARONEWS.COM : Kampung Wisata Batuputih. Saya coba menarik sisi positif dari kejadian yang terjadi di Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih, dimana ketika media secara intens menulis pemberitaan mengenai masalah ini, mata masyarakat Sulawesi Utara dan Kota Bitung tertuju di sebuah kampung yang sesungguhnya telah menjadi primadona di Sulawesi Utara dan Kota Bitung sejak dulu kala, dimana Batuputih memiliki asset alam yang luar biasa yaitu TWA Batuputih. Dalam memori saya, memiliki kesan yang tidak dapat saya lupakan sejak saya masih kanak-kanak, tatkala saya menyaksikan puluhan wisatawan yang berbondong-bondong menuju kampung Batuputih menggunakan mobil “Rambo” yang sering transit di Kelurahan Girian. Meskipun sekarang saya tidak bisa melihat lagi aktifitas seperti itu di Girian, tapi saya tau bahwa volume wisatawan asing maupun lokal tetap saja menyerbu Kampung Batuputih sampai hari ini.

Sekilas Tentang Kampung Wisata Batuputih

Taman Alam Batuputih meliputi area seluas 615 hektar dan merupakan sarana cocok untuk berkemah, kegiatan outbound dan relaksasi oleh pantai. Karena TWA Batuputih yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan, dari empat kawasan konservasi di Tangkoko. Selain TWA Batuputih, terdapat juga Taman Nasional Batuangus dengan luas total 3.196 hektar, yang meliputi Gunung Tangkoko Batuangus dan sekitarnya yang merupakan Taman Nasional dengan luas total 4.299 hektar (meliputi Gunung Duasaudara dan sekitarnya), dan Batuangus Taman Nasional dengan 635 hektar (terletak di antara Taman Nasional Tangkoko dan Desa Pinangunian. Kehidupan satwa liar di kawasan Tangkoko sudah diketahui secara luas dan dikunjungi oleh Alfred Russel Wallace pada tahun 1861.

Di Tangkoko, Wallace mengumpulkan spesimen babi rusa dan maleo yang waktu itu sangat mudah dijumpai. Ketika itu, pasir hitam di pantai Tangkoko merupakan tempat bersarang dan penetasan telur maleo. Akibat eksploitasi oleh penduduk setempat, koloni maleo di pantai Tangkoko tidak lagi ditemukan pada tahun 1915, dan hanya tersisa sejumlah kecil koloni di pedalaman. Kawasan Tangkoko pertama kali ditetapkan Pemerintah Hindia Belanda sebagai hutan lindung pada tahun 1919 berdasarkan GB 21/2/1919 stbl. 90, dan diperluas pada tahun 1978 dengan ditetapkannya Cagar Alam Duasudara (4.299 hektare) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 700/Kpts/Um/11/78. Pada 24 Desember 1981, Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 1049/Kpts/Um/12/81 menetapkan kawasan ini sebagai Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus. Surat keputusan yang sama menetapkan kawasan seluas 615 hektare di antara Cagar Alam Tangkoko dan Kelurahan Batuputih sebagai TWA Batuputih, dan kawasan seluas 635 hektare di antara Cagar Alam Tangkoko dan Desa Pinangunian sebagai Taman Wisata Alam Batuangus. Kawasan ini memiliki topografi landai hingga berbukit yang terdiri dari hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan pegunungan, dan hutan lumut.
Di kawasan ini terdapat dua puncak gunung: Gunung Tangkoko (1.109 m) dan Gunung Dua Saudara (1.109 m), serta Gunung Batuangus (450 m) di bagian tenggara. Di sebelah timur laut terdapat Dataran Tinggi Kawasan ini termasuk zona iklim B, dengan curah hujan sebesar 2.500-3.000 mm per tahun, suhu rata-rata antara 20 °C dan 25 °C. Musim kemarau berlangsung dari April hingga November, dan musim hujan dari November hingga April. Di kawasan Taman Wisata Batuputih terdapat tumbuhan pantai seperti ketapang, bitung, pandan, jati, dan mahang (Macaranga), dan hewan seperti Monyet hitam sulawesi (Macaca tongkeana), tarsius (Tarsius spectrum), kuskus (Ailurops ursinus), kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis), anoa, tupai (Tupaia sp), musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii).

Pada tahun 1980 dicatat sejumlah 140 spesies burung, termasuk burung tahun (Rhythitceras cassidix) dan maleo (Macrocephalon maleo) yang endemik Sulawesi Spesies lain di antaranya pergam hijau (Ducula aenea), srigunting jambul-rambut (Dicrurus hottentottus), jalak tunggir-merah (Scissirostrum dubium), raja-udang pipi-ungu (Cittura cyanotis), udang merah sulawesi (Ceyx fallax), celepuk sulawesi (Otus manadensis), rangkok sulawesi (Penelopides exarhatus). Jenis reptilia dan ular yang dijumpai adalah ular sanca kembang (Python reticulatus), kobra (Naja naja), ular anang (Ophiophagus hannah), Tropidolaemus wagleri, soa-soa (Hydrosaurus amboinensis), biawak indicus (Varanus indicus), dan cicak terbang sayap merah (Draco sp.)Satwa laut di antaranya penyu hijau (Chelonia mydas), penyu belimbing (Dermochelys).

Berbagai ilmuan yang datang dari berbagai belahan negara membuat Taman Cagar Alam Tangkoko telah dikenal luas di dunia, dengan tujuan untuk meneliti berbagai hayati. Salah satunya, monyet terkecil di dunia atau Tarsius. Antje Engelheardt, peneliti dari Macaca Nigra Project yang berbasis di Tangkoko, mengatakan, populasi macaca nigra di habitat asli hanya 5.000 ekor, tersebar di Sulut. Sekitar 2.000 di Cagar Alam Tangkoko.

Di seluruh dunia, macaca ada 23 spesies. Tujuh spesies berada di Indonesia, yakni di Sulawesi. Khusus macaca nigra, hanya di Sulut. Tentu ini adalah sebuah daya tarik tersendiri yang dimiliki oleh batuputih dan sekitarnya. Batuputih tidak saja memiliki kekayaan cagar alamnya saja tapi juga memiliki pantai pasir putih yang eksotik dan penghasil jenis-jenis ikan tertentu yang sesungguhnya merupakan keistimewaan dan daya tarik kampung Batuputih. Disamping unsur-unsur hidupan liar yang menjadi obyek dan daya tarik wisata alam di TWA Batuputih, juga panorama/gejala alam seperti keadaan pemandangan pesisir pantai yang tenang, berpasir dan berkarang indah dengan ikan-ikan karang yang berwarna-warni, tebing-tebing karang yang curam, beberapa sumber mata air panas di bawah laut serta pemandangan alam hutan. Tidak salah jika TWA batuputih merupakan surga dunia dari Bitung.

Status Kampung Wisata Batuputih Sebagai Kampung Khusus Wisata

Ketika Pemerintah Kota Bitung berfokus pada persiapan memasuki kota industri perikanan yang modern (kota minapolitan), saya menangkap peluang luar biasa yang perlu dikembangkan oleh kota Bitung dari sektor pariwisata yaitu menjadikan Batuputih sebagai kampung khusus wisata. Memberikan kekhususan sebagai kampung wisata tentunya kampung Batuputih harus dikembangkan lebih serius lagi. Karena Batuputih dapat menjadi alternatif utama ketika wisatawan ingin mencari tempat untuk berekreasi, dimana selain memiliki cagar alam juga memiliki fasilitas rekreasi lainnya yang harus dikembangkan oleh pemerintah yang mungkin bisa berupa fasilitas lengkap untuk wisata laut, wisata budaya (dimana batuputih memiliki suku dan adat istiadat yang masih kental), wisata kuliner (dimana batuputih dikenal sebagai masyarakat nelayan yang menghasilkan ikan setiap hari) tetapi juga fasilitas rekreasi lain yang perlu disediakan seperti kolam renang, arung jeram (karena memiliki sungai), cottage-cottage, dan banyak lagi yang menurut saya bisa dikembangkan disana.

Sebagai pemerhati tata kota & lingkungan sekaligus sebagai putra daerah kota Bitung dan Kecamatan Ranowulu, saya menangkap peluang ini sebagai kesempatan bagi Kota Bitung untuk mengembangkan sektor pariwisata ini sehingga akan menjadi daerah tujuan wisata yang akan diserbu oleh para wisatawan nanti. Status Batuputih sebagai kampung khusus wisata akan memungkinkan volume dan intensitas wisatawan lokal maupun internasional meningkat pesat.

Peningkatan volume wisatawan ini akan memberi kontribusi yang lebih besar lagi bagi kota Bitung tetapi juga yang pasti roda perekonomian di kelurahan Batuputih juga terjadi peningkatan dan dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru tetapi juga peluang bisnis bagi masyarakat lokal. Status kampung wisata batuputih sebagai kampung khusus wisata ini juga akan menjadi pilihan bagi wisatawan untuk memilih tempat ini karena dianggap memiliki banyak alternatif wisata yang bisa dinikmati.

(Seputarsulut.com/rags)
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Item Reviewed: Kampung Wisata Batuputih Rating: 5 Reviewed By: dhani