Wagub dan Pejabat Sitaro di Lokasi Bandara (foto doc. SSN) |
Suarasitaronews.com-Ondong Siau : Pembangunan Bandara pihise di kampung Balirangen masih terus menuai kontrafersi di pemerintah dan masyarakat Sitaro.
Sengketa lahan yang seharusnya telah diputuskan oleh PTUN Mnado, dengan dibacakannya putusan pada tanggal 3 April 2014
lalu, dimana proses peradilan ini sudah dimenangkan oleh Pemkab Sitaro
dan 77 pemilik lahan, ternyata, tidak membuat penggugat harus berhenti sampai disitu saja melainkan, penggugat mengajukan memori banding di PTUN Makasar
Pengajuan banding oleh penggugat, membut proses sengketa pembebasan
lahan bandara tersebut kian bertambah panjang.
"Memang benar pihak penggugat telah melayangkan
upaya banding atas putusan PTUN Manado,"tukas Kabag Hukum Masri Kasehung
SH kepada wartawan Rabu, (23/4).
Pengajuan memori banding tersebut, tentu saja membuat nasib 77 warga selaku pemilik lahan
semakin terkatung-katung, karena proses pembayaran ganti rugi
lahan semakin lama, sehingga membuat salah seorang pemilik
lahan yakni Paulus Mangonto warga asal Balirangeng, mendesak pemerintah
untuk segera menyelesaikan pembayaran ganti rugi lahan pembangunan
bandara tersebut, karena mereka menilai selama proses pemasangan lahan
pembangunan bandara mereka sudah dirugikan secara materiil, akibat
tanaman yang ada dilahan tersebut sudah dihancurkan.
"Dengan adanya
proses banding mungkin hasil putusan hukum tetap akan memakan waktu yang
lama. Sedangkan lahan kami sudah digusur, dimana puluhan pohon kelapa
dan cengkeh yang selama ini menopang biaya hidup sehari-hari sudah tidak
ada, jadi kami meminta Pemkab harus segera melakukan pembayaran ganti
rugi," pinta Mangonto yang mendapat dukungan warga lainnya.
Sementara, Kepala Dinas Perhubungan dan Kominfo Sitaro Djony Muntiaha menjelaskan Pemkab akan
tetap membayar lahan seluas 55,4 Hektar tersebut.
"Anggaran Rp11,49 M
sudah siap untuk membayar pembebasan lahan bandara," beber Muntiaha.
Namun menurut dia, Pemkab belum bisa merealisasikan pembayaran, sebab
masalah ini masih dalam posisi disengketakan, dimana Pemkab Sitaro dan
pemilik lahan sama-sama menjadi tergugat.
"Pemkab tidak mau ambil resiko
untuk membayar, sementara perkara masih dalam tahap berproses," kata
Muntiaha.
Terkait kerugian materiil akibat tanaman yang sudah tidak bisa
berproduksi, lanjutnya, sudah ada kesepakatan bersama dengan pemilik
lahan, dan terkait ganti rugi juga sudah diatur dalam kesepakatan
tersebut yakni, harga tanah dinilai sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
yakni sebesar Rp 20 ribu permeter persegi.
"kesepakatan bersama yakni
Rp20 ribu per meter persegi dimana Itu sudah termasuk dengan tanaman
seperti cengkeh, pala dan kelapa," terangnya.
Disamping itu, Plt Sekkab Sitaro Adry Manengkey, turut prihatin dengan kondisi
yang dialami oleh sejumlah pemilik lahan.
"Pemkab nanti akan menyurat ke
pihak PTUN Manado, untuk mempertanyakan apakah proses pembayaran bisa
dilakukan oleh Pemkab Sitaro, meski perkara masih dalam proses
lanjutan," ucap Manengkey.
Hal
ini adalah upaya untuk memberikan yang terbaik bagi semua pihak. Ia pun mengajak warga tetap bersabar dan mempercayakan sepenuhnya kepada
pemerintah daerah.
Sementara, Menteri Perhubungan, E.E. Mangindaan telah menegaskan bahwa, dirinya tidak mau membangun Bandara tersebut, apa bila masih ada masaalah.
"Saya tidak mau bangun kalau masih ada masaalah. saya tidak akan bangun" tegas Menhub RI saat dijumpai Suarasitaronews.com beberapa waktu lalu. (erga)
0 komentar:
Post a Comment