Sultan Brunei Darusalam Hassanal Bolkia |
Suarasitaronews.com-Brunei Darusalam : Pemerintah
Brunei Darussalam resmi memberlakukan Hukum Syariah mulai Kamis, 1 Mei 2014.
Semula, Hukum Syariah ini akan diberlakukan pada 22 April lalu. Tapi, tertunda.
Dilansir
dari stasiun berita Channel News Asia, Rabu 30 April 2014, penundaan
pemberlakukan Hukum Syariah itu sempat menciptakan kebingungan. Alhasil, muncul
pertanyaan, apakah Kerajaan Brunei ragu-ragu dalam menerapkan Hukum
Syariah.
Dalam
Hukum Syariah, pelaku tindak kejahatan akan menerima berbagai hukuman mulai
dari cambuk, potong tangan, hingga rajam. Menurut Sultan Hassanal Bolkiah,
langkah tersebut merupakan sebuah keharusan di dalam Islam.
Ini
juga sekaligus menepis perdebatan yang tidak pernah berakhir bahwa Hukum
Syariah kejam. "Dalam aturannya menyebut bahwa Hukum Allah itu kejam dan
tidak adil. Tetapi, Allah sendiri mengatakan bahwa hukumnya selalu adil,"
ujar Hassanal.
Pria
berusia 67 tahun itu telah berdiskusi dengan berbagai kalangan selama beberapa
tahun untuk mengenalkan UU Hukum Syariah. Sebab, dia memperingatkan, ada tindak
kejahatan di dunia dan di luar pengaruh Allah, seperti internet.
Berbagai
teori muncul untuk menjawab mengapa Sultan begitu ngotot untuk memberlakukan
Hukum Syariah. Mulai dari Sultan yang kian religius seiring dengan bertambahnya
usia dan keinginan untuk mengendalikan naiknya kendali sosial menghadapi dunia.
Hassanal menyebut Islam merupakan benteng pertahanan melawan derasnya arus
globalisasi.
Penerapan
fase awal Hukum Syariah, Pemerintah setempat akan mengenalkan hukuman, termasuk
denda atau hukuman penjara, untuk beragam tindak kejahatan, antara lain tidak
melaksanakan salat Jumat dan hamil di luar nikah.
Di
tahap kedua, Brunei menyosialisasikan hukuman bagi tindak kejahatan seperti
pencurian dan perampokan yang akan mulai berlaku tahun ini. Hukuman untuk
kejahatan ini lebih tegas, yaitu potong jari dan cambuk.
Sementara
di tahun depan, hukuman yang diberlakukan adalah rajam hingga tewas. Hukuman
ini diberikan bagi pelaku sodomi dan perbuatan mesum.
Terletak
di Pulau Borneo, yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Indonesia, Brunei
mempraktikan bentuk Islam yang konservatif dibandingkan dengan Indonesia yang
jumlah penduduk muslimnya lebih banyak. Mereka melarang peredaran alkohol dan
membatasi penganut agama lain.
Alhasil,
sebanyak 70 persen populasi Brunei yang terdiri dari kaum Muslim Melayu,
mendukung secara luas langkah pengenalan UU Hukum Syariah.
Menurut
laporan Stasiun Berita Channel News Asia, Brunei memiliki dua sistem
hukum di pengadilan sipil dan syariah. Pengadilan syariah biasanya mengelola
isu nonkriminal seperti pernikahan dan warisan.
Kantor
HAM PBB pada awal April, menyatakan kekhawatiran mereka dengan adanya penerapan
hukuman itu. Beberapa hukuman di syarah, seperti pelemparan batu dan rajam,
dikategorikan sebagai tindak penyiksaan, kejam, dan tidak manusiawi.
"Hukuman itu benar-benar merendahkan dan tidak manusiawi," kata
perwakilan kantor PBB.
Berdasarkan
hasil studi PBB, kaum perempuan lebih sering dihukum mati dengan dirajam,
karena masih terdapat diskriminasi. "Ini merupakan langkah mundur ke
belakang bagi pengembangan HAM di Brunei dan benar-benar langkah yang ditempuh
di abad ke-21," ujar Wakil Direktur Human Rights Watch divisi Asia, Phil
Robertson.
0 komentar:
Post a Comment